Selasa, 23 Juli 2013

Hari Puisi Indonesia #1 Pun Akan Diadakan di Balikpapan

Tahun ini, boleh dibilang, adalah tahun istimewa bagi para penyair/pemuisi/sajakis di seluruh Indonesia. Apa lagi kalau bukan Hari Puisi Indonesia, tepatnya 26 Juli. Di tahun inilah untuk pertama kali puisi dirayakan oleh banyak komunitas sastra di Nusantara.

Penetapan 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia didasarkan pada hari kelahiran Maestro Penyair Indonesia Chairil Anwar (26 Juli 1922). Penetapan ini dideklarasikan pada 22 November 2012 di Pekanbaru, Riau, oleh sekitar 30 penyair dari Aceh sampai Papua, yang ketika itu dalam rangka Pertemuan Penyair Indonesia (PPI) I.

Maka pada 26 Juli nanti pun, beberapa penggiat puisi, di antaranya Krismila dan Anissa (Nulis Buku Club Balikpapan), Paul E. Siregar (Balikpapan Art Fondation), Zia, Jo Prasetyo, dan Hendy, akan Malam Puisi Balikpapan #3 bersamaan dengan Hari Puisi Indonesia #1. Acara tersebut akan diselenggarakan di D’wa Cafe, depan Swalayan Gajahmada, Gunung Malang, pukul 20.00 WITA.

Melalui pesan singkat (sms), Krismila alias Mila mengundang para pencipta puisi dan penikmat puisi di Balikpapan untuk berpartisipasi dalam acara Malam Puisi Balikpapan sekaligus Hari Puisi Indonesia. Selain membaca puisi, termasuk beberapa puisi Chairil Anwar, juga akan akan dibacakan kembali sedikit saja cerita tentang Chairil Anwar.

Ya, sedikit saja sebab cerita semacam itu sudah sering dibicarakan para sastrawan atau seniman, dan beberapa di antaranya sudah disiarkan. Pentingnya disampaikan kembali, mengingat bahwa sosok Chairil Anwar merupakan seorang maestro yang fenomenal dalam kepeloporan puisi modern Indonesia. Anak-anak muda Balikpapan, yang sedang menggemari puisi, diharapkan dapat tertular semangat berpuisi seorang Chairil Anwar.

Untuk itu pula, bagi kawan-kawan yang akan hadir, diminta kesediaannya membacakan puisi-puisi Chairil Anwar dan berita-berita seputar Chairil Anwar yang bisa dicari di internet ataupun kliping koran. Tentu saja, jangan dilupakan, puisi-puisi karya sendiri, dan dibacakan. Sekali lagi, dibacakan.

Selain itu, para partisipan nanti diharapkan tampil membacakan puisi di panggung berukuran 2,5 x 2,5 itu tanpa melalui “suruhan” atau “permintaan” oleh pembawa acara. Sebab, menurut Mila, dari dua kali acara Malam Puisi Balikpapan, kawan-kawan yang hadir masih terbiasa dengan “disuruh” atau “diminta” tampil membaca puisi, padahal acara ini bukanlah seperti pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ketika di sekolah. Alangkah baiknya kawan-kawan segera berinisiatif untuk tampil. Toh tidak ada guru yang menilai A atau 100, E atau 30.

Kali ini atau 26 Juli nanti, semoga hal-hal semacam itu tidak terjadi lagi. Sebab, ketika puisi dibacakan, di situlah sebenarnya kekuatannya sebagai sastra lisan, dan imajinasi pembaca puisi dari puisi yang dibacakan bisa sampai kepada khalayak dengan lebih hidup. Apalagi pada acara itu nantinya, bukan hanya sebagai rangkaian Malam Puisi Balikpapan melainkan pula partisipasi secara aktif-positif dari penikmat puisi Balikpapan dalam perayaan Hari Puisi Indonesia yang pertama kali diadakan di seluruh Indonesia bisa menambah optimis bahwa puisi tetaplah hidup di Balikpapan.

*******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar