Rangkaian pemutaran film di Blitztheater Balikpapan telah selesai. 8 film yang disuguhkan Goethe Institut yang diwakilkan oleh Lulu Ratna, dan bekerjasama dengan Dejavu Balikpapan, bisa dikatakan sangat berhasil. Berhasil dalam artian penyelenggaraan yang lancar, selama pemutaran hampir tidak ditemui kendala, kecuali ketika pemutaran hari ke-2, pada saat pemutaran salah satu film sempat hilang/lenyapnya suara beberapa detik ketika dialog. Tetapi bila dibandingkan dengan keseluruhan rangkaian acara, tidak mengurangi kesuksesan panitia memberikan tontonan bermutu tinggi kepada khalayak Balikpapan. Terimakasih buat kerja keras panitia.
Bila menilik dari katalog yang disuguhkan, sungguh beruntung masyarakat Balikpapan disuguhkan film-film yang menyabet banyak penghargaan, baik di negara asalnya, bahkan di tingkat internasional. This Ain't California/Ini Bukan Kalifornia, menyabet "Dialogue en perspective", Berlinale 2012, dan Film Dokumenter Terbaik, Festival Film Independen Cannes 2012. Film yang tentu saja sarat mutu. Film tersebut mengangkat persoalan/konflik yang sederhana pada awalnya. Pokok cerita adalah pencarian jati diri generasi muda/remaja di Jerman, ketika Jerman masih terbelah dua. Banyak mengambil latar belakang Jerman Timur, cerita dimulai dengan kegandrungan remaja kepada papan luncur/skate board.
Hal ini sebenarnya umum terjadi di belahan dunia manapun, ketika pertukaran informasi/berita semakin canggih. Pun di Balikpapan, banyak anak muda yang gandrung akan papan luncur. Biasanya banyak dijumpai ketika Minggu sore di sekitar Monumen Perjuangan Rakyat dan Lapangan Merdeka. Jadi soal kegandrungan akan papan luncur adalah hal yang menjadi lumrah di masyarakat di belahan dunia manapun.
Tetapi hal ini menjadi tidak sederhana di dalam film This Ain't California. Lewat potongan-potongan wawancara, diskusi/ngobrol, foto dan video dokumentasi, ditingkahi dengan animasi gafis/hitam-putih, papan luncur dan penggilanya, menjadi semakin 'gila' di Jerman Timur.
Sekelompok remaja, dengan tokoh yang menonjol Denis 'Panik' Paracek, menjadi anak muda yang berbeda, membangkang, nyeleneh di masyarakat pada saat itu. Bahkan ketegangan semakin tinggi ketika negara dengan latar belakang sosialis, menganggap mereka membangkang kepada negara. Sangat menarik ketika ditampilkan kegilaan anak muda tersebut dengan latar taman Aleksander. Liukan-liukan, lompat-melompati, dan banyak atraksi dengan papan luncur, sangat kontras/bertolak belakang dengan orang-orang di sekitarnya, yang cenderung diam, hanya memperhatikan. Dan secara visual, kekakuan beton, unsur utama taman Aleksander, justru menjadi arena yang sangat ideal buat papan luncur. Ciri khas taman Aleksander yang bersegi-segi/kaku, justru semakin memperkuat kesan kedinamisan para peluncur/skater. Secara pribadi, visualisasi/tayangan di taman Aleksander adalah yang terbaik dari keseluruhan film ini.
Tempo dan ketegangan semakin kuat ketika Panik dan kelompoknya mulai menularkan papan luncur kepada anak muda lainnya, alias mulai menemukan teman-teman sejenis. Dari kelompok kecil, mereka mulai menjadi kelompok besar/komunitas. Tentu saja dengan kegilaan yang bertambah dan kenakalan khas remaja. Mabuk,senggama dan keisengan yang menjurus kekerasan menjadi gambaran utama kalangan ini. Walaupun mereka juga mulai mengikuti lomba yang diadakan sesama penggila papan luncur. Bahkan beberapa diantara mereka digambarkan mulai memetik keuntungan ekonomi dari semakin banyaknya peluncur/skater. Beberapa juga mulai mencoba berbagai macam trik baru.
Film dokumenter setengah fiksi ini menyajikan rangkaian cerita yang sarat pesan. Dari kegiatan anak muda yang dianggap membangkang, bermain papan luncur, lalu mulai berlomba, antarkelompok, antarwilayah, bahkan antarnegara. Selepas paruh film, penonton diajak untuk melihat dan merenungkan, bahwa lewat papan luncur, anak-anak muda ini membangun kerjasama, dialog antara Jerman Timur dan Jerman Barat. Anak-anak muda yang dicap brengsek, pada akhirnya justru menjadi ujung tombak dari pembaharuan di Jerman Timur. Mereka ikut memelopori pertukaran informasi dan budaya. Bahkan mereka bisa dikatakan turut memajukan Jerman Timur.
Hal yang tidak terpikirkan oleh anggota masyarakat lainnya. Bahkan sang tokoh utama, 'Panik' ditangkap oleh pihak berwenang, dan sejurus kemudian dia pun lenyap, tenggelam dalam hingar-bingar penyatuan Jerman, atau diruntuhkannya tembok yang membelah kota Berlin. Film dipenuhi dengan potongan-potongan dokumentasi kejadian dunia pada masa itu, dari aksi demonstrasi/unjuk rasa, peluncuran pesawat ulang-alik, peperangan, kelaparan, bahkan hingga presiden Amerika Serikat ketika itu (Bill Clinton) berpidato. Kegempitaan kelompok 'Panik' ditelan gemuruh runtuhnya tembok Berlin.
Mendekati akhir film, suasana semakin syahdu dengan adegan dimana 'Panik' gugur dalam pertempuran di Afganistan. Lewat gambar hitam-putih, sutradara mencoba reka ulang adegan ketika 'Panik' (sengaja) tertembak dalam pertempuran. Dan film pun usai.
Media Informasi & Komunikasi Online Seputar Kegiatan Balikpapan Art Foundation
Jumat, 28 Juni 2013
Senin, 24 Juni 2013
Malam Puisi Balikpapan #1, Sabtu, 23 Juni 2013, 20.00 WITA, Cafe D'WA
Selamat,akhirnya ada malam yang tidak seperti malam-malam sebelumnya..
Sungguh baru dan bermutu...Seru..Semoga subur..
Sungguh baru dan bermutu...Seru..Semoga subur..
Rabu, 12 Juni 2013
5 TAHUN BALIKPAPAN ART FOUNDATION
Hari ini Balikpapan Art Foundation berumur 5 tahun...Secara resmi/tertera di akte notaris, Balikpapan Art Foundation berdiri 13 Juni 2008. Dan pada Agustus 2008, menyelenggarakan Balikpapan Art Festival, yang merupakan kelanjutan dari Kampoeng Seni 2006, yang bertempat di Ruko Bandar, Kelandasan, Balikpapan...
Ada berita atau dokumentasi berita di beberapa blog :
1. http://www.lagazettedebali.info/journal/articles/borneo/balikpapan-art-foundation-une-mjc-chez-les-dayaks.html
balikpapan art foundation : une MJC chez les dayaks
balikpapan art foundation : une MJC chez les dayaks - La Gazette de Bali
C’est le rendez-vous des jeunes. Le parc de Monpera de Balikpapan situé dans le centre ville, face à la mer, accueille une bonne trentaine d’adolescents. Certains s’agglutinent sur les marches de Monumen, un grand édifice « stalinien » dominé par une statue de guerriers dayaks. D’autres, très concentrés, lisent des textes. Une jeune fille répète à voix haute le discours à l’origine de l’indépendance indonésienne. Un homme à la chemise brune, son prof de théâtre, la dévisage. Juste derrière, des drapeaux rouges et blancs flottent sur l’imposant bâtiment de la garnison de la ville. Une dizaine de militaires défilent en tenue kaki. Nous sommes au milieu de l’après-midi mais le soleil de plomb ne semble déranger personne. Le dimanche à Monumen, c’est le rendez-vous de la BAF, la Balikpapan Art Foundation.
« Certains jeunes sont allés étudier à Java et, en rentrant à Balikpapan, ils ont réalisé à quel point aucune activité culturelle n’était proposée dans la ville. Il n’y a pas de rencontre d’artistes ou de festival. S’ils veulent se familiariser à la danse, au théâtre ou un autre art, ils doivent s’inscrire dans un cours privé et payer. Partant de ce constat, nous avons décidé de monter une structure. » Paul Siregar est peintre. Allure cool et yeux malicieux, il est à l’origine de ce projet. Tout a débuté en 2006 avec le « Kampoeng Seni », une rencontre d’artistes un peu spontanée qui s’est déroulée pendant trois jours. « Nous avons voulu poursuivre cet évènement en instaurant des rencontres hebdomadaires, poursuit Paul. La Balikpapan Art Foundation est née. L’année dernière, le festival avait lieu en août. Nous avons choisi le thème ruang publik hijau, la salle publique verte. L’idée était de rassembler les artistes autour de l’environnement et du réchauffement climatique de la planète. Expos photos, graphiques numériques, diffusions de documentaires et de petits films d’auteurs, concerts de rock, représentations de théâtre… Un joli succès. »
Aujourd’hui, la BAF doit son existence à l’agence Déjà Vu, une agence de graphisme et de production d’images implantée à Balikpapan. Tous ses membres ont pleinement soutenu cette association. Ils conseillent et écoutent les jeunes. Ils leur prêtent leur matériel vidéo et les aident dans la construction de leur projet. C’est le cas d’Agustinus. Il anime les ateliers écriture et vidéo. Pour la création de petits films, Déjà Vu prête son matériel mais la plupart des rencontres sont consacrées à la lecture des synopsis et à la discussion autour des projets. Ainsi, tous les dimanches aprèsmidi, jusqu’à trente jeunes se retrouvent ici. La BAF leur propose de monter des films, d’écrire et de peindre. D’autres activités viennent se greffer à ce bouillonnement artistique : gymnastique, monologues, poésie… Un melting-pot intellectuel qui donne à cet espace une ambiance d’université d’été. « C’est aussi l’esprit du lieu, explique Agustinus. Nous voulons que les jeunes aient la liberté de venir ici quand ils le souhaitent. Et ça marche plutôt bien. On sent qu’il y a une émulation. Ils ont envie que les choses bougent. » Aujourd’hui, la BAF a même un petit bureau en ville.
Deux jeunes filles sont ravies de se retrouver. Elles font partie de l’atelier écriture. Le principe est simple. Les participants travaillent sur un texte pendant la semaine et le lisent à haute voix. Ensuite, chacun le commente. « Moi j’aime ces moments où l’on expose à l’autre son travail, explique Pipit, 17 ans. Je ne veux pas devenir écrivain, cet atelier d’écriture est pour moi un hobby. » Après elle, une fille de 12 ans lit son texte à son tour : « Soekarno dan Soeharto ». L’ambiance est bon enfant. Tous les mois, un petit « Surat Kabar » est édité. L’occasion pour les auteurs d’être publiés. Ce bulletin est distribué à 500 exemplaires. En première page, on trouve les contacts de la BAF et les noms des contributeurs. Emails, téléphones et adresse facebook permettent à tous ceux qui le souhaitent de se mettre en lien avec le projet. Un système de bouche à oreille qui fonctionne très bien.
Tous les trois mois, un grand « workshop » rassemble tous les participants qui comparent leurs travaux. Le grand moment de l’année aura lieu à la fin du mois de novembre. « Le Balikpapan Art Festival se tient dans plusieurs quartiers de la ville, explique Agustinus. Dans l’esprit premier du Kampoeng Seni. Nous avons trouvé un terrain en plein air pour le théâtre. Ensuite, nous exposons un peu partout. L’idée est d’être autant dehors que dedans. » L’année dernière, l’édition 2008, a accueilli sur les différents sites plus de deux cents visiteurs. « Quelques entreprises de la ville, nationales ou étrangères nous supportent, ajoute Agustinus. Le but, c’est que tout le monde se fasse connaître. Nous sommes loin de Java mais Kalimantan compte aussi des artistes. Il faut que cela se sache. »
2. http://edgeofuniverse-journal.blogspot.com/2008/08/balikpapan-art-festival.html
Balikpapan Art Festival 2008
BALIKPAPAN ART FOUNDATIONS held a cultural event with the theme of Public Green Space. The event called Balikpapan Art Festival was held in Komplek Ruko Bandar Balikpapan on 14-16 August 2008. The Artists collaborated to promote Public Green Space through their art works. Lack of awareness on the environment has caused a flood disaster and landslides in East Kalimantan, which caused loss of material and casualties. For that reason, Balikpapan Art Festival promoted the theme of 'Public Green Space' or 'Ruang Publik Hijau'.
There were show dance, theater, monologue, poetry, short films, Keroncong music, and etc. There were also painting, photos, and graphics exhibitions. Balikpapan Art Festival was absolutely free of charge. We could enjoy the workshops with nice near the sea environment.
3. The Jakarta Post (www.thejakartapost.com/news/2008/08/14/green-space-art-festival.html)
Green Space at art festival
| National | Thu, August 14 2008, 10:39 AM
BALIKPAPAN, E. Kalimantan: The Balikpapan Art Foundation is holding the Balikpapan Art Festival with the theme "Green Public Space" from Wednesday to Saturday.
"This first event of its kind is supported by the artist community in Balikpapan," event organizer Paul Elcano Siregar said.
"We decided to have the Public Green Space theme to make people aware of and pay attention to the environment."
The festival is open from 10 a.m. to 10 p.m.
Home artists from Balikpapan, Samarinda and Kutai Kertanegara will perform and collaborate with artists from Bandung, West Java.
The performances include dances, films, poetry's reading and theater. The event also aimed at introducing local artists to the public. -- JP
4. Harian KOMPAS, 04 Agustus 2008 (http://nasional.kompas.com/read/2008/08/04/15321919/balikpapan.art.festival.usung.tema.ruang.hijau) dan
Balikpapan Art Festival Usung Tema Ruang Hijau
BALIKPAPAN, SENIN--Kurangnya kepedulian warga terhadap lingkungan telah menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor di Kalimantan Timur yang menimbulkan kerugian material dan korban jiwa.
Untuk itu, Balikpapan Art Festival yang akan digelar pada tanggal 14-16 Agustus 2008 mendatang akan mengusung tema Ruang Terbuka Hijau.
Kegiatan yang baru pertama dilaksanakan ini diprakarsai oleh komunitas seniman yang tergabung dalam Balikpapan Art Foundation rencananya akan dilakukan secara berkala setiap tahunnya.
Ketua Panitia Balikpapan Art Festival, Paul Elcano Siregar di Balikpapan, Senin mengatakan bahwa dengan thema "Ruang Terbuka Hijau", merupakan refleksi kehidupan sosial masyarakat Balikpapan.
"Sekaligus mengajak para seniman untuk lebih peduli dengan lingkungan sekitar," ujar Paul.
Dikatakannya, Balikpapan Art Festival ini, tidak hanya melibatkan seniman lokal Balikpapan melainkan juga seniman dari kota Kutai Kartanegara (Kukar), bahkan adapula seniman yang dari kota Bandung yang berpartisipasi dalam acara ini.
Selama tiga hari para seniman akan menampilkan karyanya dari beberapa bidang kesenian seperti teater, monolog, tari, pemutaran film, pembacaan cerpen, puisi serta jenis instrumen kontemporer akan berlaga di festival tahunan ini.
"Kami juga akan memperkenalkan tingkilanisasi puisi, yakni pembacaan puisi, dengan menggunakan musik tingkilan (alat musik petik dari Kalimantan Timur-Red)," katanya.
Balikpapan Art Festival juga akan menggelar pameran karya lukisan, pameran foto, seni instalasi, seni grafiti, dan seni grafis di sela-sela kegiatan pertunjukkan.
Panitia saat ini masih membuka kesempatan untuk para seniman yang berminat untuk bergabung dalam acara ini. Para peserta dapat menghubungi panitia melalui telepon 0542-7144942.
"Untuk pameran karya kali ini bersifat tematik, seperti pameran foto dan grafis yang akan ditampilkan adalah karya peserta yang merujuk pada tema Ruang Terbuka Hijau," ujar Paul yang telah lama menggeluti seni lukis ini.
Balikpapan Art Festival akan diramaikan oleh sejumlah stand interaktif yang menjual karya seni, bursa buku, dan pojok ramal.
Acara yang dilangsungkan di Komplek Ruko Bandar Klandasan ini terbuka bagi para penikmat seni dan tidak dikenakan biaya apapun untuk mengunjungi Balikpapan Art Festival ini. (ANT)
Sumber lainnya : www.wisatamelayu.com/id/news.php?a=YWdpTC8g=
Ada berita atau dokumentasi berita di beberapa blog :
1. http://www.lagazettedebali.info/journal/articles/borneo/balikpapan-art-foundation-une-mjc-chez-les-dayaks.html
balikpapan art foundation : une MJC chez les dayaks
balikpapan art foundation : une MJC chez les dayaks - La Gazette de Bali
C’est le rendez-vous des jeunes. Le parc de Monpera de Balikpapan situé dans le centre ville, face à la mer, accueille une bonne trentaine d’adolescents. Certains s’agglutinent sur les marches de Monumen, un grand édifice « stalinien » dominé par une statue de guerriers dayaks. D’autres, très concentrés, lisent des textes. Une jeune fille répète à voix haute le discours à l’origine de l’indépendance indonésienne. Un homme à la chemise brune, son prof de théâtre, la dévisage. Juste derrière, des drapeaux rouges et blancs flottent sur l’imposant bâtiment de la garnison de la ville. Une dizaine de militaires défilent en tenue kaki. Nous sommes au milieu de l’après-midi mais le soleil de plomb ne semble déranger personne. Le dimanche à Monumen, c’est le rendez-vous de la BAF, la Balikpapan Art Foundation.
« Certains jeunes sont allés étudier à Java et, en rentrant à Balikpapan, ils ont réalisé à quel point aucune activité culturelle n’était proposée dans la ville. Il n’y a pas de rencontre d’artistes ou de festival. S’ils veulent se familiariser à la danse, au théâtre ou un autre art, ils doivent s’inscrire dans un cours privé et payer. Partant de ce constat, nous avons décidé de monter une structure. » Paul Siregar est peintre. Allure cool et yeux malicieux, il est à l’origine de ce projet. Tout a débuté en 2006 avec le « Kampoeng Seni », une rencontre d’artistes un peu spontanée qui s’est déroulée pendant trois jours. « Nous avons voulu poursuivre cet évènement en instaurant des rencontres hebdomadaires, poursuit Paul. La Balikpapan Art Foundation est née. L’année dernière, le festival avait lieu en août. Nous avons choisi le thème ruang publik hijau, la salle publique verte. L’idée était de rassembler les artistes autour de l’environnement et du réchauffement climatique de la planète. Expos photos, graphiques numériques, diffusions de documentaires et de petits films d’auteurs, concerts de rock, représentations de théâtre… Un joli succès. »
Aujourd’hui, la BAF doit son existence à l’agence Déjà Vu, une agence de graphisme et de production d’images implantée à Balikpapan. Tous ses membres ont pleinement soutenu cette association. Ils conseillent et écoutent les jeunes. Ils leur prêtent leur matériel vidéo et les aident dans la construction de leur projet. C’est le cas d’Agustinus. Il anime les ateliers écriture et vidéo. Pour la création de petits films, Déjà Vu prête son matériel mais la plupart des rencontres sont consacrées à la lecture des synopsis et à la discussion autour des projets. Ainsi, tous les dimanches aprèsmidi, jusqu’à trente jeunes se retrouvent ici. La BAF leur propose de monter des films, d’écrire et de peindre. D’autres activités viennent se greffer à ce bouillonnement artistique : gymnastique, monologues, poésie… Un melting-pot intellectuel qui donne à cet espace une ambiance d’université d’été. « C’est aussi l’esprit du lieu, explique Agustinus. Nous voulons que les jeunes aient la liberté de venir ici quand ils le souhaitent. Et ça marche plutôt bien. On sent qu’il y a une émulation. Ils ont envie que les choses bougent. » Aujourd’hui, la BAF a même un petit bureau en ville.
Deux jeunes filles sont ravies de se retrouver. Elles font partie de l’atelier écriture. Le principe est simple. Les participants travaillent sur un texte pendant la semaine et le lisent à haute voix. Ensuite, chacun le commente. « Moi j’aime ces moments où l’on expose à l’autre son travail, explique Pipit, 17 ans. Je ne veux pas devenir écrivain, cet atelier d’écriture est pour moi un hobby. » Après elle, une fille de 12 ans lit son texte à son tour : « Soekarno dan Soeharto ». L’ambiance est bon enfant. Tous les mois, un petit « Surat Kabar » est édité. L’occasion pour les auteurs d’être publiés. Ce bulletin est distribué à 500 exemplaires. En première page, on trouve les contacts de la BAF et les noms des contributeurs. Emails, téléphones et adresse facebook permettent à tous ceux qui le souhaitent de se mettre en lien avec le projet. Un système de bouche à oreille qui fonctionne très bien.
Tous les trois mois, un grand « workshop » rassemble tous les participants qui comparent leurs travaux. Le grand moment de l’année aura lieu à la fin du mois de novembre. « Le Balikpapan Art Festival se tient dans plusieurs quartiers de la ville, explique Agustinus. Dans l’esprit premier du Kampoeng Seni. Nous avons trouvé un terrain en plein air pour le théâtre. Ensuite, nous exposons un peu partout. L’idée est d’être autant dehors que dedans. » L’année dernière, l’édition 2008, a accueilli sur les différents sites plus de deux cents visiteurs. « Quelques entreprises de la ville, nationales ou étrangères nous supportent, ajoute Agustinus. Le but, c’est que tout le monde se fasse connaître. Nous sommes loin de Java mais Kalimantan compte aussi des artistes. Il faut que cela se sache. »
2. http://edgeofuniverse-journal.blogspot.com/2008/08/balikpapan-art-festival.html
Balikpapan Art Festival 2008
BALIKPAPAN ART FOUNDATIONS held a cultural event with the theme of Public Green Space. The event called Balikpapan Art Festival was held in Komplek Ruko Bandar Balikpapan on 14-16 August 2008. The Artists collaborated to promote Public Green Space through their art works. Lack of awareness on the environment has caused a flood disaster and landslides in East Kalimantan, which caused loss of material and casualties. For that reason, Balikpapan Art Festival promoted the theme of 'Public Green Space' or 'Ruang Publik Hijau'.
There were show dance, theater, monologue, poetry, short films, Keroncong music, and etc. There were also painting, photos, and graphics exhibitions. Balikpapan Art Festival was absolutely free of charge. We could enjoy the workshops with nice near the sea environment.
3. The Jakarta Post (www.thejakartapost.com/news/2008/08/14/green-space-art-festival.html)
Green Space at art festival
| National | Thu, August 14 2008, 10:39 AM
BALIKPAPAN, E. Kalimantan: The Balikpapan Art Foundation is holding the Balikpapan Art Festival with the theme "Green Public Space" from Wednesday to Saturday.
"This first event of its kind is supported by the artist community in Balikpapan," event organizer Paul Elcano Siregar said.
"We decided to have the Public Green Space theme to make people aware of and pay attention to the environment."
The festival is open from 10 a.m. to 10 p.m.
Home artists from Balikpapan, Samarinda and Kutai Kertanegara will perform and collaborate with artists from Bandung, West Java.
The performances include dances, films, poetry's reading and theater. The event also aimed at introducing local artists to the public. -- JP
4. Harian KOMPAS, 04 Agustus 2008 (http://nasional.kompas.com/read/2008/08/04/15321919/balikpapan.art.festival.usung.tema.ruang.hijau) dan
Balikpapan Art Festival Usung Tema Ruang Hijau
BALIKPAPAN, SENIN--Kurangnya kepedulian warga terhadap lingkungan telah menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor di Kalimantan Timur yang menimbulkan kerugian material dan korban jiwa.
Untuk itu, Balikpapan Art Festival yang akan digelar pada tanggal 14-16 Agustus 2008 mendatang akan mengusung tema Ruang Terbuka Hijau.
Kegiatan yang baru pertama dilaksanakan ini diprakarsai oleh komunitas seniman yang tergabung dalam Balikpapan Art Foundation rencananya akan dilakukan secara berkala setiap tahunnya.
Ketua Panitia Balikpapan Art Festival, Paul Elcano Siregar di Balikpapan, Senin mengatakan bahwa dengan thema "Ruang Terbuka Hijau", merupakan refleksi kehidupan sosial masyarakat Balikpapan.
"Sekaligus mengajak para seniman untuk lebih peduli dengan lingkungan sekitar," ujar Paul.
Dikatakannya, Balikpapan Art Festival ini, tidak hanya melibatkan seniman lokal Balikpapan melainkan juga seniman dari kota Kutai Kartanegara (Kukar), bahkan adapula seniman yang dari kota Bandung yang berpartisipasi dalam acara ini.
Selama tiga hari para seniman akan menampilkan karyanya dari beberapa bidang kesenian seperti teater, monolog, tari, pemutaran film, pembacaan cerpen, puisi serta jenis instrumen kontemporer akan berlaga di festival tahunan ini.
"Kami juga akan memperkenalkan tingkilanisasi puisi, yakni pembacaan puisi, dengan menggunakan musik tingkilan (alat musik petik dari Kalimantan Timur-Red)," katanya.
Balikpapan Art Festival juga akan menggelar pameran karya lukisan, pameran foto, seni instalasi, seni grafiti, dan seni grafis di sela-sela kegiatan pertunjukkan.
Panitia saat ini masih membuka kesempatan untuk para seniman yang berminat untuk bergabung dalam acara ini. Para peserta dapat menghubungi panitia melalui telepon 0542-7144942.
"Untuk pameran karya kali ini bersifat tematik, seperti pameran foto dan grafis yang akan ditampilkan adalah karya peserta yang merujuk pada tema Ruang Terbuka Hijau," ujar Paul yang telah lama menggeluti seni lukis ini.
Balikpapan Art Festival akan diramaikan oleh sejumlah stand interaktif yang menjual karya seni, bursa buku, dan pojok ramal.
Acara yang dilangsungkan di Komplek Ruko Bandar Klandasan ini terbuka bagi para penikmat seni dan tidak dikenakan biaya apapun untuk mengunjungi Balikpapan Art Festival ini. (ANT)
Sumber lainnya : www.wisatamelayu.com/id/news.php?a=YWdpTC8g=
Langganan:
Postingan (Atom)